Wednesday, December 26, 2012

Mitos-mitos tentang Perayaan Natal Bersama


Sekelompok Muslim menggugat fatwa MUI tentang “haramnya seorang Muslim hadir dalam Perayaan Natal Bersama. Sikap “kebelet” agar bisa disebut toleran?. Baca CAP Adian Husaini, MA ke-83
Menjelang perayaan Hari Natal, 25 Desember, ada sebagian kalangan kaum Muslim yang kembali menggugat fatwa MUI tentang “haramnya seorang Muslim hadir dalam Perayaan Natal Bersama.” Ada yang menyatakan, bahwa yang melarang Perayaan Natal Bersama (PNB) atau yang tidak mau menghadiri PNB adalah tidak toleran, eksklusif, tidak menyadari pluralisme, tidak mau berta’aruf, dan sebagainya. Padahal orang Islam disuruh melakukan ta’aruf (QS 49:13). Banyak yang kemudian berdebat “boleh dan tidaknya” menghadiri PNB, tanpa menyadari, bahwa sebenarnya telah banyak diciptakan mitos-mitos seputar apa yang disebut PNB itu sendiri. 

Pertama, mitos bahwa PNB adalah keharusan. Mitos ini seperti sudah begitu berurat-berakar, bahwa PNB adalah enak dan perlu. Padahal, bisa dipertanyakan, apa memang perlu diadakan PNB? Untuk apa? Jika PNB perlu, bahkan dilakukan pada skala nasional dan dijadikan acara resmi kenegaraan, maka perlukah juga diadakan WB (Waisak Bersama), NB (Nyepi Bersama), IFB (Iedul Fitri Bersama), IAB (Idul Adha Bersama), MNB (Maulid Nabi Bersama), IMB (Isra’ Mi’raj Bersama), IB (Imlek Bersama). Jika semua itu dilakukan, mungkin demi alasan efisiensi dan pluralisme beragama, akan ada yang usul, sebaiknya semua umat beragama merayakan HRB (Hari Raya Bersama), yang menggabungkan hari raya semua agama menjadi satu. Di situ diperingati bersama kelahiran Tuhan Yesus, peringatan Nabi Muhammad SAW, dan kelahiran dewa-dewa tertentu, dan sebagainya. 

Keharusan PNB sebenarnya adalah sebuah mitos. Jika kaum Kristen merayakan Natal, mengapa mesti melibatkan kaum agama lain? Ketika itu mereka memperingati kelahiran Tuhan Yesus, maka mengapa mesti memaksakan umat agama lain untuk mendengarkan cerita tentang Yesus dalam versi Kristen? Mengapa doktrin tentang Yesus sebagai juru selamat umat manusia itu tidak diyakini diantara pemeluk Kristen sendiri? 

Di sebuah negeri Muslim terbesar di dunia, seperti Indonesia, wacana tentang perlunya PNB adalah sebuah keanehan. Kita tidak pernah mendengar bahwa kaum Kristen di AS, Inggris, Kanada, Australia, misalnya, mendiskusikan tentang perlunya dilaksanakan IFB (Idul Fitri Bersama), agar mereka disebut toleran. Bahkan, mereka tidak merasa perlu menetapkan Idul Fitri sebagai hari libur nasional. Padahal, di Inggris, Kanada, dan Australia, mereka menjadikan 26 Desember sebagai “Boxing Day” dan hari libur nasional. Selain Natal, hari Paskah diberikan libur sampai dua hari (Easter Sunday dan Esater Monday). Di Kanada dan Perancis, Hari Natal juga libur dua hari. Hari libur nasional di AS meliputi, New Year’s Day (1 Januari), Martin Luther King Jr Birthday (17 Januari), Washingotn’s Birthday (21 Februari), Memorial Day (30 Mei), Flag Day (14 Juni), Independence Day (4 Juli), Labour Day (5 September), Columbus Day (10 Oktober), Veterans Day (11 November), Thanksgiving’s Day (24 November), Christmas Day (25 Desember). 

Kedua, mitos bahwa PNB membina kerukunan umat beragama. Mitos ini begitu kuat dikampanyekan, bahwa salah satu cara membina kerukunan antar umat beragama adalah dengan PNB. Dalam PNB biasanya dilakukan berbagai acara yang menegaskan keyakinan umat Kristen terhadap Yesus, bahwa Yesus adalah anak Allah yang tunggal, juru selamat umat manusia, yang wafat di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Kalau mau selamat, manusia diharuskan percaya kepada doktrin itu. (Yohanes, 14:16). Satu kepercayaan yang dikritik keras oleh al-Quran. (QS 5:72-73, 157; 19:89-91, dsb). 

Dalam surat Maryam disebutkan, memberikan sifat bahwa Allah punya anak, adalah satu “Kejahatan besar” (syaian iddan). Dan Allah berfirman dalam al-Quran: “Hampir-hampir langit runtuh dan bumi terbelah serta gunung-gunung hancur. Bahwasannya mereka mengklaim bahwa al-Rahman itu mempunyai anak.” (QS 19:90-91). 

Prof. Hamka menyebut tradisi perayaan Hari Besar Agama Bersama semacam itu bukan menyuburkan kerukunan umat beragama atau toleransi, tetapi menyuburkan kemunafikan. Di akhir tahun 1960-an, Hamka menulis tentang usulan perlunya diadakan perayaan Natal dan Idul Fitri bersama, karena waktunya berdekatan: 

“Si orang Islam diharuskan dengan penuh khusyu’ bahwa Tuhan Allah beranak, dan Yesus Kristus ialah Allah. 

Sebagaimana tadi orang-orang Kristen disuruh mendengar tentang Nabi Muhammad saw dengan tenang, padahal mereka diajarkan oleh pendetanya bahwa Nabi Muhammad bukanlah nabi, melainkan penjahat. Dan al-Quran bukanlah kitab suci melainkan buku karangan Muhammad saja. Kedua belah pihak, baik orang Kristen yang disuruh tafakur mendengarkan al-Quran, atau orang Islam yang disuruh mendengarkan bahwa Tuhan Allah itu ialah saru ditambah dua sama dengan satu, semuanya disuruh mendengarkan hal-hal yang tidak mereka percayai dan tidak dapat mereka terima… Pada hakekatnya mereka itu tidak ada yang toleransi. Mereka kedua belah pihak hanya menekan perasaan, mendengarkan ucapan-ucapan yang dimuntahkan oleh telinga mereka. 

Jiwa, raga, hati, sanubari, dan otak, tidak bisa menerima. Kalau keterangan orang Islam bahwa Nabi Muhammad saw adalah Nabi akhir zaman, penutup sekalian Rasul. Jiwa raga orang Kristen akan mengatakan bahwa keterangan orang Islam ini harus ditolak, sebab kalau diterima kita tidak Kristen lagi. Dalam hal kepercayaan tidak ada toleransi. Sementara sang pastor dan pendeta menerangkan bahwa dosa waris Nabi Adam, ditebus oleh Yesus Kristus di atas kayu palang, dan manusia ini dilahirkan dalam dosa, dan jalan selamat hanya percaya dan cinta dalam Yesus.” Demikian kutipan tulisan Prof. Hamka yang ia beri judul: “Toleransi, Sekulerisme, atau Sinkretisme.” 

Ketiga, mitos bahwa dalam PNB orang Muslim hanya menghadiri acara non-ritual dan bukan acara ritual. Untuk menjernihkan mitos ini, maka yang perlu dikaji adalah sejarah peringatan Natal itu sendiri, dan bagaimana bisa dipisahkan antara yang ritual dan yang non-ritual. Sebab, tradisi ini tidak muncul di zaman Yesus dan tidak pernah diperintahkan oleh Yesus. Maka, bagaimana bisa ditentukan, mana yang ritual dan mana yang tidak ritual? Yang jelas-jelas tidak ritual adalah menghadirkan tokoh Santa Claus, karena ini adalah tokoh fiktif yang kehadirannya dalam peringatan Natal banyak dikritik oleh kalangan Kristen. Sebuah situs Kristen (www.sabda.org), menulis satu artikel berjudul: “Merayakan Natal dengan SinterklasBoleh atau Tidak?” 

“Dikatakan, dalam artikelnya yang berjudul The Origin of Santa Claus and the Christian Response to Him (Asal-usul Sinterklas dan Tanggapan Orang Kristen Terhadapnya), Pastor Richard P. Bucher menjelaskan bahwa tokoh Sinterklas lebih merupakan hasil polesan cerita legenda dan mitos yang kemudian diperkuat serta dimanfaatkan pula oleh para pelaku bisnis. 

Sinterklas yang kita kenal saat ini diduga berasal dari cerita kehidupan seorang pastor dari Myra yang bernama Nicholas (350M). Cerita yang beredar (tidak ditunjang oleh catatan sejarah yang bisa dipercaya) mengatakan bahwa Nicholas dikenal sebagai pastor yang melakukan banyak perbuatan baik dengan menolong orang-orang yang membutuhkan. Setelah kematiannya, dia dinobatkan sebagai "orang suci" oleh gereja Katolik, dengan nama Santo Nicholas. Nilai-nilai yang ditanamkan oleh Sinterklas sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran iman Kristen… Akhirnya, sebagai guru Sekolah Minggu kita harus menyadari bahwa hal terpenting yang harus kita perhatikan adalah menjadikan Kristus sebagai berita utama dalam merayakan Natal -- Natal adalah Yesus.” 

Mitos tentang Santa Claus ini begitu hebat pengaruhnya, sampai-sampai banyak kalangan Muslim yang bangga berpakaian ala Santa Claus. 

Keempat, mitos bahwa tidak ada unsur misi Kristen dalam PNB. Melihat PNB hanya dari sisi kerukunan dan toleransi tidaklah tepat. Sebab, dalam PNB unsur misi Kristen juga perlu dijelaskan secara jujur. PNB adalah salah satu media yang baik untuk menyebarkan misi Kristen, agar umat manusia mengenal doktrin kepercayaan Kristen, bahwa dengan mempercayai Tuhan Yesus sebagai juru selamat, manusia akan selamat. 

Sebab, misi Kristen adalah tugas penting dari setiap individu dan Gereja Kristen. Konsili Vatikan II (1962-1965), yang sering dikatakan membawa angin segar dalam hubungan antar umat beragama, juga mengeluarkan satu dokumen khusus tentang misi Kristen (The Decree on the Missionary Activity) yang disebut “ad gentes” (kepada bangsa-bangsa). Dalam dokumen nostra aetate, memang dikatakan, bahwa mereka menghargai kaum Muslim, yang menyembah satu Tuhan dan mengajak kaum Muslim untuk melupakan masa lalu serta melakukan kerjasama untuk memperjuangkan keadilan sosial, nilai-nilai moral, perdamaian, dan kebebasan. (“Upon the Moslems, too, the Church looks with esteem. They adore one God, living and enduring, merciful and all-powerful, Maker of heaven and earth …Although in the cause of the centuries many quarrels and hostilities have arisen between Christians and Moslems, this most sacred Synod urges alls to forget the past and to strive sincerely for mutual understanding On behalf of all mankind, let them make common cause of safeguarding and fostering social justice, moral values, peace, and freedom.”). 

Tetapi, dalam ad gentes juga ditegaskan, misi Kristen harus tetap dijalankan dan semua manusia harus dibaptis. Disebutkan, bahwa Gereja telah mendapatkan tugas suci untuk menjadi “sakramen universal penyelamatan umat manusia (the universal sacrament of salvation), dan untuk memaklumkan Injil kepada seluruh manusia (to proclaim the gospel to all men). Juga ditegaskan, semuya manusia harus dikonversi kepada Tuhan Yesus, mengenal Tuhan Yesus melalui misi Kristen, dan semua manusia harus disatukan dalam Yesus dengan pembaptisan. (Therefore, all must be converted to Him, made known by the Church's preaching, and all must be incorporated into Him by baptism and into the Church which is His body)

Tentu adalah hal yang normal, bahwa kaum Kristen ingin menyebarkan agamanya, dan memandang penyebaran misi Kristen sebagai tugas suci mereka. Namun, alangkah baiknya, jika hal itu dikatakan secara terus-terang, bahwa acara-acara seperti PNB memang merupakan bagian dari penyebaran misi Kristen. 

Dengan memahami hakekat Natal dan PNB, seyogyanya kaum non-Muslim menghormati fatwa Majelis Ulama Indonesia yang melarang umat Islam untuk menghadiri PNB. MUI tidak melarang kaum Kristen merayakan Natal. Fatwa itu adalah untuk internal umat Islam, dan sama sekali tidak merugikan pemeluk Kristen. Fatwa itu dimaksudkan untuk menjaga kemurnian aqidah Islam dan menghormati pemeluk Kristen dalam merayakan Hari Natal. 

Fatwa itu dikeluarkan Komisi Fatwa MUI pada 7 Maret 1981, yang isinya antara lain menyatakan: (1) Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram (2) agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT, dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal. 

Kalangan Kristen ketika itu, melalui DGI dan MAWI, banyak mengkritik fatwa tersebut. Mereka menilai fatwa itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kerukunan umat beragama. Kalangan Kristen dari luar negeri juga banyak yang berkomentar senada. Padahal, sebenarnya aneh, jika kalangan Kristen yang meributkan fatwa ini. Lebih ajaib lagi, jika ada yang mengaku Muslim meributkan fatwa ini, karena mungkin “kebelet” merayakan Hari Natal dan ingin disebut toleran. 

Kalau terpaksa harus merayakan Natal, tidaklah bijak jika harus menggugat soal hukumnya. Apalagi, kemudian, melegitimasi dengan satu atau dua ayat al-Quran yang ditafsirkan sekehendak hatinya. Untuk memahami masalah salat, tidaklah cukup hanya mengutip ayat al-Quran dalam surat al-Ma’un:“Celakalah orang-orang yang salat.” Masalah peringatan Hari Besar Agama, sudah diberi contoh dan penjelasan yang jelas oleh Rasulullah SAW, dan dicontohkan oleh para sahabat Rasul yang mulia. Sebaiknya hal ini dikaji secara ilmiah dari sudut ketentuan-ketentuan Islam. Untuk berijtihad, memutuskan mana yang halal dan mana yang haram, memerlukan kehati-hatian, dan menghindari kesembronoan. Sebab, tanggung jawab di hadapan Allah, sangatlah berat. Tidaklah cukup membaca satu ayat, lalu dikatakan, bahwa masalah ini halal atau haram. 

Lain halnya, jika seseorang yang memposisikan sebagai mujtahid, tidak peduli dengan semua itu. Untuk masalah hukum-hukum seputar Hari Raya, misalnya, bisa dibaca Kitab “Iqtidha’ as-Shirat al-Mustaqim Mukhalifata Ashhabil Jahim”, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah). 

Sejak awal mula, Islam sadar akan makna pluralitas. Islam hadir dengan mengakui hak hidup dan beragama bagi umat beragama lain, disaat kaum Kristen Eropa menyerukan membunuh kaum “heresy” karena berbeda agama. Karen Armstrong memuji tindakan Umar bin Khatab dalam memberikan perlindungan dan kebebasan beragama kepada kaum Kristen di Jerusalem, Beliau adalah penguasa pertama yang menaklukkan Jerusalem tanpa pengrusakan dan pembantaian manusia. Namun, Umar r.a. tidak mengajurkan kaum Muslim untuk berbondong-bondong merayakan Natal Bersama. 

Peringatan Hari Raya Keagamaan, sebaiknya tetap dipertahankan sebagai hal yang eksklusif milik masing-masing umat beragama. Biar masing-masing pemeluk agama meyakini keyakinan agamanya, tanpa dipaksa untuk menjadi munafik. Masih banyak cara dan jalan untuk membangun sikap untuk saling mengenal dan bekerjasama antar umat beragama, seperti bersama-sama melawan kezaliman global yang menindas umat manusia. Dan untuk itu tidak perlu menciptakan mitos tentang seorang tokoh fiktif bernama Santa Claus untuk menjadi juru selamat manusia, khususnya anak-anak. Wallahu a’lam. (KL, 24 Desember 2004).

sumber : http://old.hidayatullah.com/kolom/adian-husaini/1526-mitos-mitos-tentang-perayaan-natal-bersama

Tuesday, December 25, 2012

Ucapan

Muslim: Bagaimana Natalmu?

David: Baik. Kamu tidak mengucapkan 'Selamat Natal' padaku?

Muslim: Oh tidak. Agama kami menghargai toleransi antar agama, termasuk agamamu. Tapi masalah ini (mengucapkan 'Selamat Natal'), agama saya melarangnya.

David: Kenapa? bukankah hanya sekadar kata-kata? Teman muslimku yang lain, mengucapkannya padaku

Muslim: Mungkin mereka belum mengetahuinya. David, kamu bisa mengucapkan dua kalimat syahadat?

David: Oh tidak, saya tidak bisa mengucapkannya. Itu akan mengganggu keimanan saya...

Muslim: Kenapa? Bukankah itu hanya kata-kata? Ayo, ucapkanlah!

David: Oke. sekarang saya mengerti (kenapa kamu tak mau mengucapkan 'Selamat Natal').

Saturday, December 22, 2012

The World Ends


‎21/12/2012 may not be the day the
World Ends, but it may be the day YOUR
world ends.
Death can come at any time

They ask you, [O Muhammad], about
the Hour: when is its arrival? Say, "Its
knowledge is only with my Lord. None
will reveal its time except Him. It lays
heavily upon the heavens and the
earth. It will not come upon you except
unexpectedly." They ask you as if you
are familiar with it. Say, "Its knowledge
is only with Allah , but most of the
people do not know."
Surat Al-'A`raf [7:187]


Thursday, December 13, 2012

Menyembelih Hewan Cara Islam Lebih Oke daripada Cara Barat


Bandung.detik.com – Australia menghentikan ekspor sapi ke Indonesia setelah beredar video kekejaman terhadap sapi Australia. Industri sapi ternak Australia menginginkan RPH di Indonesia memberlakukan standard World Organisation for Animal Health (OIE) salah satunya yaitu sapi dibuat pingsan dulu sebelum disembelih. Lebih ‘berprikehewanankah’ cara itu dibandingkan sapi disembelih dalam keadaan sadar?

Berdasarkan penelusuran detikbandung, Nanung Danar Dono, S.Pt., M.P., Sekretaris Eksekutif LP.POM-MUI Propinsi DIY dan Dosen Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta, membuat makalah mengenai hal ini. Di beberapa website Islam seperti baitul-ummah.org serta blog pribadi maupun forum komunitas, ringkasan makalah itu yang dibuat Usman Effendi tersebar.

Disebutkan dua staf ahli peternakan dari Hannover University, sebuah universitas terkemuka di Jerman, yaitu Prof Dr Schultz dan koleganya Dr Hazim memimpin penelitian mengenai manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan)?

Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih.

Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih. Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu.

Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi Barat.

Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu arteri karotis dan vena jugularis.

Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof Schultz dan Dr Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Penyembelihan menurut Syariat Islam

Hasil penelitian dengan menerapkan praktik penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:

Pertama, pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.

Kedua, pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.

Ketiga, setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol). Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali).

Keempat, karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.

Penyembelihan dengan cara Dipingsankan

Pertama, segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan roboh. Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta, dan tampaknya tanpa mengalami rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).

Kedua, segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).

Ketiga, grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik dari dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.

Keempat, karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia.

Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.

Hasil penelitian Prof Schultz dan Dr Hazim juga membuktikan pisau tajam yang mengiris leher ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit. Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi keterkejutan otot dan saraf saja yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras.

Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu.

(ern/ern)

Berkah


Bismillaahirrohmanirrohiim.             
                                           
Rabu 28 Muharram 1434 H – 12 Desember 2012 M

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh
Pada kesempatan kali ini insya Allah saya ingin sedikit berbagi tentang berkah.
Menurut saya berkah itu adalah sesuatu yang telah Allah berikan, sesuatu apapun yang akan kita suka atau tidak nantinya, tapi kita tidak tahu mungkin saja menurut Allah itu yang terbaik untuk kita. Seperti halnya oksigen yang telah Allah ciptakan dan anugerahkan kepada seluruh makhluk hidup termasuk untuk kita, Allah ciptakan agar kita dapat bernapas dengan baik sampai saat ini, untuk orang yang normal, oksigen masih gratis di Bumi ini, akan tetapi setabung gas oksigen yang dijual berharga sekitar Rp 16.000,00 – 25.000,00 untuk orang yang sakit atau memiliki kebutuhan lebih mungkin berharga sangat besar. Berkah atau nikmat yang telah Allah berikan kepada kita sejak kita lahir hingga detik ini tak dapat dihitung dengan kalkulasi manusia, terlalu banyak nikmat yang telah Allah berikan.
Mungkin kita sering tidak sadar bahwa kita telah berada di bangku sekolah atau kuliah bahkan sering mengeluhkan tentang tugas yang banyak atau kuliah yang membosankan dan sebagainya dan mungkin saya sendiri pun sering seperti itu, mari sama-sama melihat kembali dan menyadari betapa masih banyak orang-orang yang menginginkan kehidupan seperti kita, berada di tempat yang saat ini kita pijak, bahkan tugas-tugas yang banyak  dan kesibukan yang kita miliki pun banyak yang ingin merasakannya, ketika kita berada pada suatu sekolah atau universitas terbaik yang tidak semua orang bisa merasakan sekolah atau kuliah disana. Sekali lagi mari beristigfar dan mengucap hamdallah atas karunia yang telah Allah berikan.
 Ya Allah sungguh tak sanggup raga ini mengingat dan menghitung karuniamu.. hamba-Mu ini sering lupa berada di jalan yang tak tentu bahkan tanpa tujuan yang jelas padahal Allah telah memberikan petunjuk yang sangat hebat bagi manusia, yaitu Al-Qur’an. Berapa kalikah mata ini melihat ayat-ayat-Nya jika dibandingkan dengan seberapa banyak halaman novel roman hari ini yang kita baca, sungguh mungkin hati masing-masinglah yang tahu.
Dalam sebuah ayat,             
Artinya: Katakanlah: "Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (QS. Al-Mulk:23)
Berkah adalah tak terbatas. Tak terbatas untuk manusia yang tahu dan mau untuk bersyukur. Manusia yang selalu berusaha menghitung nikmat Allah mungkin suatu saat ia akan hilang arah karena batas akalnya untuk bisa mengingat dan menyadari jumlah nikmat Allah, mungkin saja ia malah akan merasa bahwa Allah tidak adil kepadanya. Cukuplah diri ini setiap hari bertasbih, tahmid, tahlil untuk berdzikir kepada-Nya karena hingga detik ini Allah masih memberikan kesempatan bagi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Dalam sebuah ayat,
Artinya: Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?" (Allah berfirman): "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?" (QS.Al-An’aam”:53)
Allah SWT tidak pernah tidak adil kepada makhluk-Nya sekalipun pada semut ataupun mikroba yang sangat kecil, Allah memberikan karunia-Nya pada siapapun yang Ia kehendaki. Bahkan ketika kelopak mata ini berkedip hal itu pun termasuk berkah atau nikmat yang sangat hebat.. subhanallah. Semua anggota badan ini masih dapat berfungsi dengan baik meski mungkin ada pula yang memiliki kekurangan tapi Allah Maha Adil, Allah lebihkan ia pada hal yang lain, Allah tak pernah membenci makhluk-Nya karena sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ketika kita diberi ujian suatu penyakit misalnya saja flu. Flu yang membuat hidung kita tersumbat memang menyebalkan dan membuat kita sulit bernapas sehingga kita harus sering membersihkan hidung. Jika kita mau sedikit saja berpikir, bahwa kita tidak akan tahu nikmatnya bernapas jika kita tidak pernah merasakan hidung tersumbat. Allah selalu tahu bagaimana membuat manusia untuk berpikir dan menafakuri kuasa-Nya. Oleh karena itu, apapun yang telah Allah berikan berusahalah berpikir positif dan tidak su’uzhan pada Allah, berusahalah ikhlash karena hal itu lebih melegakan daripada kita terus meratapi kesedihan ataupun mencibir hal tersebut.
Sebenarnya ada satu nikmat atau berkah yang paling berharga yang saat ini kita miliki, yaitu nikmat iman, Islam. Sungguh nikmat ini yang membuat kita merasakan bahwa jiwa ini benar-benar hidup, ruh ini hidup, bahkan nikmat inilah yang menggerakkan kita untuk berbuat baik pada seluruh alam. Saya tidak bisa membayangkan jika nikmat iman ini dicabut dari hati kita, na’udzubillahimindzalik, Islam yang merupakan agama yang benar, bahkan menurut saya Islam ini bukan sekedar identitas agama saja tapi Islam ini benar-benar mengarahkan hidup saya di dunia agar bisa berusaha sukses di dunia dan akhirat (jargon DKM SMA saya hehe). 
Dalam sebuah ayat,
Artinya: Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar." (QS. Al-Hujuraat:17)
Sesungguhnya nikmat sehat yang Allah cabut tidak ada bandingannya jika nikmat iman yang dicabut. Manusia yang telah merasakan nikmatnya dekat dengan Allah, Al-Qur’an, Rasul pasti dirinya merasa sangat hancur jika membayangkan bahwa Islam telah dicabut dari dirinya. Tapi bagi orang yang belum merasakan hingga ke tingkat itu mungkin imannya (maaf) bisa saja dibeli dengan harta ketika hidupnya sedang kesulitan ekonomi dan ia dalam keadaan terjepit atau terpaksa, semoga orang yang belum merasakan hal tersebut dapat kembali ke jalan yang lurus, jalan yang Allah ridhoi.

Dalam sebuah ayat:
Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim: 7)
Dalam QS. Ibrahim ayat 7 tersebut, Allah telah berfirman yang intinya jika kita bersyukur maka Allah akan menambah nikmat-Nya jika tidak, maka azab Allah sangat pedih, yuk kita sama-sama banyak bersyukur pada Allah meski terkadang hati ini merasa berat untuk menerima semua yang telah terjadi yang mungkin tidak sesuai dengan harapan kita, sekali lagi mari berusaha untuk terus menerima dengan ikhlash dan berhusnudzon kepada-Nya karena Allah lebih tahu yang terbaik untuk kita, bukan apa yang menurut kita baik, karena….
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS. Al-Baqarah:286)
Allahu Akbar!!!                                                                                                Wassalamu’alaikum


Monday, January 30, 2012

From Kuro to you: Sedikit Ilmu mengenai Cinta

From Kuro to you: Sedikit Ilmu mengenai Cinta: Cinta... Cinta itu merupakan sebuah kata yang tiada habisnya bila dikaji sedalam apapun. Tentunya hal ini dikarenakan cinta yang kuatnya t...

Tuesday, January 24, 2012

Agenda

Hidup butuh rencana tapi ketika sebuah tujuan terasa hambar apa bisa disebut dengan mimpi, rasanya tidak.. hambar.. sehambar-hambarnya ketika tujuan tentang sesuatu menjadi sebuah hal yang sangat semu dan membutuhkan seribu alasan untuk menumbuhkan semua kenyataan itu agar tak menjadi sesuatu yang semu. Rasanya hampa dan hambar ketika melakukan sesuatu tapi tak mempunyai alasan yang jelas dan ditujukan untuk kebahagiaan orang lain. Bagi yang punya rasa di dalam hatinya mungkin hambar menjadi kata terakhir dari semua kata yang ia punya. 

Cita dan Cinta

Cita jadi suatu keinginan di masa depan, dan cinta adalah harapan dimasa depan. Cita digapai dengan membutuhkan cinta dari semua hal yang berharga. Apakah cita bisa dicapai jika tidak memiliki cinta?? Cita yang semu dan tanpa arah membuat cinta pun semakin terhanyut dan menghilang. Cita membuat semua bergelora untuk mendapatkannya, sama halnya dengan cinta yang pada awalnya penuh usaha untuk mendapatkannya tapi setelah mendapatkannya pada awalnya sangat wah.. tapi lama-lama menjadi what and why?. Cita butuh perjuangan dan butuh arah tapi cinta seakan tak butuh arah, ia hanya andalkan rasa yang ada.    Cita yang selalu tertanam dalam pikiran dan hati akan menjadi impian yang selalu diharapkan, tapi cita yang tak pernah terlintas dan langkah-langkah yang tidak pasti membuat semuanya terasa hambar tak berasa. Cinta pun demikian hambarnya ketika tidak ada lagi rasa ingin mempertahankan dan peduli diantara insan yang punya cinta. Cita dan cinta tak terpisahkan tapi punya tujuan yang berbeda.
 

Rina Fauzia Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template and web hosting